KOLERASI TRAGEDY OF THE COMMONS DENGAN KEMACETAN DI JALAN RAYA
Oleh:
Ahmad Musabbihin (041011009)
Mahasiswa pada Departemen Ilmu Ekonomi FEB Universitas Airlangga
Abstract
Congestion
problems on the roads common in
urban areas. Traffic congestion has caused a very
large when we
look at. Congestion caused
losses due to fuel, loss of productive time residents, owners of public
transport losses, and damages health. If
a road traffic
flow volume was almost close to or exceed the
capacity of the road that will lead
to a bottleneck, so the trip was not
comfortable anymore.
When
examined, the bottleneck could be considered a Tragedy
of the Commons
because the case is almost like. Although the highway is
not a resource, the highway
has the nature of public goods in which
all people can use
it without being able to prevent it. So that all
the people vying to use it.
This
paper is a description of the notion Tragedy
of the Commons, correlation
jamming with Tragedy
of the Commons, and
alternatives to reduce
congestion. This paper is expected to provide an
alternative in accordance with
the problem at hand
Keywords: Congestion,
Traffic, Tragedy of the Commons
Pendahuluan
Kemacetan
merupakan penyakit kronis bagi kota-kota besar. Buruknya kondisi ruang lalu lintas jalan, kondisi
kendaraan jenis dilihat dari ukuran, kuantitas (jumlah) dan kualitas kendaraan,
perilaku dan kebiasaan pengguna jalan merupakan penyebab terjadinya kemacetan.
Tak
sulit untuk tidak meragukan bahwa tingginya jumlah mobil pribadi yang
beredar di jalan raya berkorelasi dengan terjadinya kemacetan lalulintas,
dengan perkataan lain, semakin banyak jumlah mobil pribadi yang beredar di
jalan raya maka semakin tinggi pula tingkat kemacetan lalulintas. Hal ini
mempunyai kolerasi dengan Tragedy
of The Commons yang dapat digambarkan sebagai sebuah padang rumput yang terbuka untuk
semua. Tanpa pengecualian setiap pengembala dapat menjaga beberapa lembunya
pada wilayah yang dianggap milik bersama itu. Yang pada akhirnya padang rumput
itu rusak akibat daya dukung ketersediaan padang rumput tidak mampu mengimbangi
keinginan pengembala-pengembala.
Kemacetan
memberikan dampak negatif yang besar baik sosial maupun ekonomi yaitu kerugian waktu,
pemborosan energi,
keausan kendaraan lebih tinggi, meningkatkan polusi
udara, meningkatkan stress
pengguna jalan, mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans,
pemadam kebakaran
dalam menjalankan tugasnya. Tingkat kemacetan yang sudah dalam taraf
memprihatinkan di wilayah Jakarta diperkirakan juga mengakibatkan kerugian yang
diderita seluruh warga Ibu Kota. Jumlahnya mencapai sekitar Rp 28 triliun per
tahun (www.kompas.com,
10 september 2009).
Tragedy of The Commons
Tragedy of The Commons dalam istilah
lain disebut tragedi kepemilikan bersama, mengacu pada tulisan Garret Hardin
dalam Majalah Science edisi 162 yang terbit tahun 1968 yang berjudul” Tragedy
of the Commons”. Tragedy of the common (tragedi kepemilikan bersama)” menggunakan
kata tragedi sebagai pandangan para filosofi yang sering menggunakannya. “Inti
dari drama tragedi ini adalah ketidakbahagian. Ketidakbahagiaannya terletak
pada kekejaman dalam bekerja untuk merebut sesuatu. Tragedi Kepemilikan Bersama
timbul saat setiap manusia berusaha mengambil kekayaan alam yang menjadi milik
bersama untuk kepentingan pribadinya sehingga merugikan mahkluk
hidup
lain. Oleh karena itu, Tragedi Kepemilikan Bersama ini umumnya terjadi pada sumber daya yang merupakan milik umum.
Tragedi Kepemilikan
Bersama adalah suatu pandangan tentang keinginan untuk meraih untung yang
banyak untuk kepentingan pribadi daripada membagi-bagikannya kepada manusia
lain dan masing-masing mendapat jatah sedikit. Pandangan seperti ini
awalnya akan terasa menguntungkan bagi pihak yang memakai banyak sumber daya alam, namun pada akhirnya ketersediaan sumber daya
alam akan habis dan justru berdampak negatif bagi pihak yang memakai dan bagi
manusia lain.
Tragedy of the common dapat digambarkan
sebagai sebuah padang rumput yang terbuka untuk semua. Tanpa pengecualian
setiap pengembala dapat menjaga beberapa lembunya pada wilayah yang dianggap
milik bersama itu. Seperti pekerjaan yang dilakukan atas alasan memenuhi
kepuasan yang tertunda selama berabad-abad karena perang suku, perburuan liar
dan penyakit bagi manusia serta hewan liar yang sangat tergantung pada daya
dukung-ketersediaan lahan. Akhirnya, bagaimanapun, tiba saatnya
perhitungan-perhitungan dengan tujuan memenuhi nafsu untuk keutuhan sosial
menjadi kenyataan.
Dalam kaitannya dengan
penggunaan jalan raya, secara rasional, setiap orang akan mencari keuntungan
yang maksimal. Setiap orang mempunyai hak untuk menggunakan jalan raya dengan
menggunakan kendaraan pribadi. Secara eksplisit atau implisitia berkata, “Apa
manfaatnya untuk saya jika saya atau masing-masing keluarga saya memunyai satu kendaraan?”
Anggapan ini mempunyai hal yang positif dan negatif.
Kemacetan
Kemacetan adalah situasi atau
keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu
lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan
melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota
besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik
yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan
kepadatan penduduk, misalnya Jakarta.
Permasalahan lalu lintas berupa
kemacetan atau kongesti pada umumnya terjadi di kawasan yang mempunyai
intensitas kegiatan yang tinggi. Pada jam-jam puncak atau kongesti dapat pula
terjadi dikarenakan volume lalu lintas (demand) yang tidak seimbang dengan
kapasitas jalan (supply) disamping
adanya percampuran moda, dan juga pada saat-saat tertentu seperti hari libur
dan hari-hari besar.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kemacetan lalu lintas yaitu, 1) Faktor
Jalan raya (ruang lalu lintas jalan), faktor jalan raya adalah
faktor-faktor yang berasal dari kondisi jalan raya itu sendiri. Buruknya
kondisi ruang lalu lintas jalan serta sempit /terbatasnya ruang/lahan
jalan akan menghambat pergerakan pengguna jalan.
Penyebab buruknya kondisi ruang
jalan raya antara lain: adanya kerusakan sebagian atau seluruh ruas
jalan, pemanfaatan ruang jalan untuk urusan yang bukan semestinya
atau pemanfaatan yang keliru, misal: jalan digunakan untuk praktek pasar.
Terbatasnya lahan jalan dapat diartikan daya tampung (kapasitas) yang rendah
dari ruang lalu lintas jalan, disebabkan jumlah kendaraan yang melintas/beredar
melebihi daya tampung ruang jalan dan pemanfaatan yang keliru dari ruang lalu
lintas jalan.
2) Faktor
Kendaraan faktor
kendaraan adalah faktor-faktor yang berasal dari kondisi kendaraan yang
melintasi di jalan raya. Berbagai hal yang menyangkut kondisi kendaraan
bisa berupa: jenis, ukuran, kuantitas (jumlah) dan kualitas kendaraan yang
melintas di jalan raya. Misal: jumlah kendaraan yang beroperasi/melintas
melebihi daya tampung jalan raya, beroperasinya jenis dan ukuran kendaraan
tertentu yang berpotensi memacetkan arus lalu lintas. Mobil (mobil pribadi)
memiliki ukuran badan (body size) yang
besar dan populasinya yang besar pula sehingga sangat banyak
menyita ruang jalan raya. Banyaknya mobil (mobil pribadi) yang beroperasi di
jalan raya pada suatu saat tertentu secara bersamaan akan sangat menyita lahan
jalan raya yang memang sudah sangat terbatas. Selain itu, pemakaian mobil
pribadi sangat tidak efisien. Yang dimaksud tidak efisien adalah jumlah
penumpang (termasuk pengemudi) hanya 1 atau 2 orang di dalam satu mobil.
3) Faktor
manusia (pemakai jalan),
faktor manusia adalah faktor-faktor yang berasal dari manusia selaku pemakai
jalan. Berbagai hal menyangkut manusia antara lain: sikap, perilaku dan
kebiasaan (behavior and habit) yang kurang tepat ketika menggunakan
jalan raya menyebabkan kemacetan lalu lintas dan membahayakan pihak lain,
misal: sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mau mengalah,
congkak, arogan, menganggap bahwa melanggar aturan berlalu lintas adalah hal
biasa serta tidak mengetahui atau tidak mau peduli bahwa gerakan (manuver) nya
mengganggu bahkan membahayakan keselamatan pengguna jalan lain, yang
berprinsip bahwa kecerobohannya bukan merupakan tanggung jawabnya
melainkan menjadi tanggung jawab pihak lain.
4) Faktor
Lain, banyak faktor lain selain ketiga
faktor (komponen) di atas yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas,
misalnya: penerapan yang keliru terhadap kebijakan dan undang-undang lalu
lintas angkutan jalan, kurangnya jumlah petugas pengatur lalu lintas,
demonstrasi, kerusuhan, dan cuaca (hujan deras dan banjir).
Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk
memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas di kota-kota besar, tidak dapat
dicapai dengan cara-cara yang 'biasa', harus dilakukan upaya-upaya (intervensi)
terobosan yang 'tidak biasa'. Agar tingkat kemacetan di kota-kota besar dapat
direduksi, maka upaya-upaya terobosan ini harus dilakukan secara
sungguh-sungguh, tidak pilih bulu, tegas dan berani walau berisiko mendapat
banyak tantangan dan pertentangan. Upaya-upaya terobosan yang disusun
berdasarkan faktor-faktor penyebab kemacetan di atas sebagian besar akan
berkonsekwensi/memerlukan adanya perubahan kebijakan (perda) tentang
transportasi (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Upaya-upaya itu adalah:
a.
Perbaikan faktor jalan raya.
Prinsip
upaya perbaikan faktor jalan raya adalah semua upaya (intervensi) dengan target
kepada jalan raya yang bertujuan untuk memperluas lebar jalan dan memperoleh
kembali pemanfaatan jalan raya yang selama ini disalahgunakan atau dimanfaatkan
secara keliru. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain
- Memperbaiki jalan-jalan yang rusak/berlubang.
- Memperlebar ruang jalan di ruas-ruas jalan yang masih memungkinkan untuk dilebarkan.
- Melarang penggunaan jalan dan atau trotoar untuk berbisnis/usaha, misal: bongkar muat barang di tepi jalan, praktek dagang di trotoar, dan praktek ojek motor.
- Melarang penggunaan jalan untuk kegiatan pasar.
- Menertibkan/melarang penggunaan jalan raya untuk area parkir dan tempat mangkal angkutan umum dan ojek sepeda motor.
- Menertibkan pengemis, pedagang asongan dan anak jalanan beroperasi di persimpangan jalan.
- Melarang angkutan umum berlama-lama berhenti di pinggir jalan
- Memisahkan jalur sepeda motor dengan jalur mobil di ruas-ruas jalan tertentu pada hari kerja.
- Menerapkan sistem "Tarif Jalur Padat" atau semacam Electronic Road Pricing (ERP) yang mengharuskan pengemudi membayar jika melalui ruas jalan raya tertentu pada saat lalu lintas padat.
- Membuka jalan-jalan tembus yang baru.
b.
Perbaikan faktor kendaraan.
Prinsip upaya perbaikan
faktor kendaraan adalah semua upaya dengan target kepada kendaraan yang
ditujukan untuk membatasi volume kendaraan yang melintasi jalan raya,
memperbesar daya muat orang (penumpang) dan atau barang yang dapat diangkut,
dan menurunkan tingkat emisi gas buang kendaraan bermotor, karena tujuan dari
adanya jalan raya adalah untuk memindahkan orang dan barang, bukan kendaraan.
Kendaraan hanya sekedar menjadi alat pengangkut.
Upaya-upaya
untuk membatasi jumlah dan volume kendaraan, memperbesar daya muat orang dan
atau barang hendaknya lebih dikonsentrasikan pada intervensi yang ditujukan
kepada kendaraan jenis mobil pribadi dan angkutan umum. Sedangkan intervensi
pada pengendara sepeda motor, berupa penerapan peraturan yang lebih ketat, yang
melanggar harus ditindak tegas, upaya ini untuk mengurangi kesemrawutan
lalulintas dan mengurangi kejadian Kecelakaan Lalulintas.
c.
Perbaikan faktor manusia (pemakai jalan).
Prinsip
upaya perbaikan faktor manusia adalah semua intervensi dengan target kepada
pemakai jalan (termasuk pengemudi, tukang ojek, tukang parkir, pedagang kaki
lima, pejalan kaki dan pemakai jalan lainnya) dengan tujuan utama merubah
sikap, kebiasaan dan perilaku (habits and behaviors) yang selama ini
secara keliru diterapkan, misal: sikap mementingkan diri sendiri, saling
serobot, tidak mau mengalah, congkak, arogan, menganggap pengguna jalan lain
sebagai musuh, membuang sampah di jalan raya, dan bila melanggar aturan lalu
lintas dianggap sebagai perilaku yang benar dan tidak memalukan.
Untuk
merubah sikap, perilaku dan kebiasaan masyarakat tidak semudah membalik telapak
tangan tetapi memerlukan waktu panjang dan berkesinambungan. Upaya ini dapat
dilakukan antara lain melalui promosi di media elektronik, surat kabar, memberi
contoh yang baik disamping menerapkan sanksi tegas (untuk 'shock
therapy') bagi para pelanggar terutama pengemudi sepeda
motor yang sering kedapatan melanggar aturan lalulintas. Masyarakat
tidak akan mudah berubah tanpa adanya intervensi langsung dari petugas, oleh
karena itu yang terpenting Petugas/Polisi Lalu lintas sebagai penegak keadilan
di jalan raya harus mampu menegakkan keadilan di jalan tanpa pandang bulu.
Kesimpulan
Buruknya kondisi ruang lalu lintas
jalan, kondisi kendaraan jenis dilihat dari ukuran, kuantitas (jumlah) dan
kualitas kendaraan, perilaku dan kebiasaan pengguna jalan merupakan penyebab
terjadinya kemacetan. Tak sulit untuk tidak
meragukan bahwa tingginya jumlah mobil pribadi yang beredar di jalan
raya berkorelasi dengan terjadinya kemacetan lalulintas, dengan perkataan
lain, semakin banyak jumlah mobil pribadi yang beredar di jalan raya maka
semakin tinggi pula tingkat kemacetan lalulintas. Kemacetan
memberikan dampak negatif yang besar baik sosial maupun ekonomi yaitu kerugian waktu,
pemborosan energi,
keausan kendaraan lebih tinggi, meningkatkan polusi
udara, meningkatkan stress
pengguna jalan, mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans,
pemadam kebakaran
dalam menjalankan tugasnya.
Tragedi Kepemilikan
Bersama adalah suatu pandangan tentang keinginan untuk meraih untung yang
banyak untuk kepentingan pribadi daripada membagi-bagikannya kepada manusia
lain dan masing-masing mendapat jatah sedikit. Dalam kaitannya dengan
penggunaan jalan raya, secara rasional, setiap orang akan mencari keuntungan
yang maksimal.
Untuk
memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas di kota-kota besar perlu
memperluas lebar jalan dan memperoleh kembali pemanfaatan jalan raya yang
selama ini disalahgunakan atau dimanfaatkan secara keliru, membatasi volume
kendaraan yang melintasi jalan raya, memperbesar daya muat orang (penumpang) dan
atau barang yang dapat diangkut, dan menurunkan tingkat emisi gas buang
kendaraan bermotor. Karena tujuan dari adanya jalan raya adalah untuk
memindahkan orang dan barang, bukan kendaraan. Kendaraan hanya sekedar menjadi
alat pengangkut. intervensi dengan target kepada pemakai jalan dengan tujuan
utama merubah sikap, kebiasaan dan perilaku (habits and behaviors)
yang selama ini secara keliru.
DAFTAR
PUSTAKA
Website
id.wikipedia.org
www.kompas.com
Jurnal
Bromley D. et al. 1992. Making the Common Work: Theory, Practice, policy. San Fransisco CA
: ICS Press
Gardner, G. T., & Stern, P. C. (1996). Environmental Problems and Human Behavior.
Boston: Allyn and Bacon
Orford, J. (1992). Community Psychology: Theory and Practice. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Ostrom E. 1990. Governing
the Commons: The evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge
NY: Cambridge University Press
0 komentar:
Posting Komentar